Kota Muara Enim, berada sekitar 400 KM dari Kota
Palembang. Kota ini sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Muaraenim.
Wilayahnya dibelah dua sungai; Sungai Lematang (yang mengalir dari arah
Bengkulu) dan Sungai Ogan (yang mengalir dari arah Lampung). Kedua
sungai itu bertemu—membentuk semacam muara, dan menyatu dalam Sungai
Enim. Sungai Enim ini merupakan salah satu anak Sungai Musi di Kota
Palembang. Dengan demikian wilayah Kabupaten Muaraenim merupakan Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang dialiri tiga sungai tadi.
Pada masa pendudukan Hindia Belanda, saat struktur pemerintahan di
daerah masih berbentuk Marga, di sepanjang aliran tiga sungai tersebut
terdapat beberapa pemerintahan marga. Di jalur Sungai Enim misalnya
meliputi Marga Tamblang Ujan Mas sampai Marga Sungai Rotan. Sedangkan di
sepanjang Sungai Lematang meliputi Marga Semendo sampai Marga Tamblang
Patang Puluh Bubung. Semuanya bergabung dalam Wilayah Administratif
“Onder Afdeling Lematang Ilir”.
Kabupaten Muara Enim berada dan
tunduk pada “Afdeling Palembang Sche Boven Landen” dengan dipimpin
seorang Asisten Residen dan berkedudukan di Lahat. Asisten Residen
selain membawahi wilayah Onder Afdeling Lematang Ilir juga membawahi
Onder Afdeling Lematang Ulu dengan Ibukota Lahat, Onder Efdeling Tebing
Tinggi dengan Ibukota Tebing Tinggi dan Onder Afdeling Pasemah dengan
Ibukota Pagaralam.
Pada masa pendudukan Jepang wilayah administrative Onder Afdeling
berganti nama menjadi Kewedanaan dengan cakupan wilayah yang lebih luas.
Saat itu wilayah-wilayah marga dibagi dalam dua wilayah Kewedanaan;
Kewedanaan Lematang Ogan Tengah, dan Kewedanaan Lematang Ilir Kewedanaan
Lematang Ogan Tengah dengan wilayah meliputi Marga Rambang Niru, Marga
Empat Petulai Curup, Marga Empat Petulai Dangku, Marga Sungai Rotan
(yang sebelumnya marga-marga ini masuk wilayah Lematang Ilir), Marga
Rambang Kapak Tengah, Marga Lubai Suku Satu, Marga Lubai Suku Dua
(sebelumnya masuk wilayah Ogan Ulu), Marga Alai, Marga Lembak, Marga
Kartamulya, Marga Gelumbang, Marga Tambangan Kelekar (sebelumnya masuk
wilayah Ogan Ilir) serta Marga Abab dan Marga Penukal (sebelumnya masuk
wilayah Sekayu).
Sementara itu Kewedanaan Lematang Ilir meliputi
Marga Semendo Darat, Marga Panang Sangang Puluh, Marga Panang Selawi,
Marga Panang Ulung Puluh, Marga Lawang Kidul, Marga Tamblang Karang
Raja, Marga Tamblang Patang Puluh Bubung dan Marga Tamblang Ujan Mas.
Setiap marga di bawah kepala pemerintahan bernama Pasirah. Pada masa
kemerdekaan, berdasarkan sidang Dewan Keresidenan Palembang Tanggal 20
Nopember 1946, Wilayah Kewedanaan Lematang Ilir dan Lematang Ogan Tengah
digabung menjadi Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah disingkat LIOT
dengan Ibukota Muara Enim.
Berdasarkan SK Bupati Kdh Tk II LIOT
Nomor 47/Deshuk/1972 Tanggal 14 Juni 1972 ditetapkan Tanggal 20 Nopember
1946 sebagai Hari Jadi Kabupaten Muara Enim Lalu berdasarkan SK Bupati
Tingkat II Muara Enim Nomor 2642/B/1980 Tanggal 6 Maret 1980, terhitung
Tanggal 1 April 1980 nama Kabupaten LIOT dikembalikan pada nama semula
yaitu Kabupaten Tingkat II Muaraenim, hal mana telah tercantum dalam
Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik
Indonesia—LN RI, Tahun 1956), Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956
(LN RI Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang darurat Nomor 6 Tahun 1956
(LN RI Tahun 1956 Nomor 57) Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
Termasuk Kotapraja Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan
juncto UU Nomor 28 tahun 1959 (LN RI Tahun 1959 Nomor 74; Tambahan LNRI
Nomor 1821) Tentang Penetapan UU Darurat di atas sebagai Undang-Undang
(UU).
Berdasarkan UU Nomor Nomor 28 Tahun 1959 tersebut pula
Muara Enim ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri dengan nama Kabupaten daerah Tingkat II Muara Enim
dengan batas-batas sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan Gubernur
Propinsi Sumatera Selatan Tanggal 20 Maret 1950 Nomor Gb/100/1950. Lalu
berdasarkan Psal 121 UU Nomor 22 tahun 1999 (LN RI Tahun 1999 Nomor 60
Tentang Pemerintahan Daerah, sebutan kabupaten daerah Tingkat II Muara
Enim berubah menjadi Kabupaten Muaraenim (Kata Muara Enim disambung).
Sejarah
menyebutkan Kabupaten Muara Enim semasa pemerintahan Hindia Belanda,
kebijakan dan politik pemerintahannya masih menggunakan sistem
sentralisasi dibawah arus Etsche politik yang kemudian dikembangkan
dalam sistem pemerintahan dekosentrasi. Dari dua sistem tersebut telah
Marga Semende Darat hingga Marga Tebelang patang Puluh Bubug dan
marga-marga disepanjang Sungai Lematang yang digabung menajdi satu
wilayah admiistrasi dengan marga Lematang Ilir yang berstatus otonomi
daerah dengan kepala pemerintahannya disebut controlleur yang tunduk
kepada Afdeeling Palembang Schebeven Lauden yang pada saat itu asisten
residennya berkedudukan di Lahat.
Lalu pada masa kedudukan Jepang
di ubah menjadi Lematang Simo Gunyang berada di Lahat Sico yang
kemudian dibagi wilayah administrasi dengan nama Lematang Ogan Tengah.
Pada masa perang fisik dikenal dengan nama Kewedanan Lematang Tengah
yang wilayahnya meliputi 14 Marga dan sebagian besar Marganya dalam
Onder Afdeeling Lematang Ilir dan sebahagian lagi dalam Onder Afdeeling
Ogan Ulu dan Marga Pemerintahan Onder Afdeeling sekayu.
Pada masa
Proklamasi 17 Agustus 1945, Wilayah Lematang Ilir dan Wilayah Ogan
tengah melalui keputusan Dewan Kepresidenan Palembang pada 20 November
1946 wilayah administrasi Kedewanan Lematang Ilir tidak tidak
digabungkan lagi dengan Kabupaten Lahat, selanjutnya dijadikan
administratif sendiri dengan Kedewanan diberi nama Lematang Ilir dan
Lematang Ogan tengah yang disingkat LIOT. Bertitik tolak dari sejarah
tersebut dengan perda Kabupaten Muara Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah
dengan No. I/DPRED/1974 tangal 20 November 1974, ditetapkan menjadi Hari
Jadi Kabupaten Muara Enim yang jatuh pada 20 November 1946.
Sumber referensi : kabarserasan.com
0 komentar:
Posting Komentar